Kluetrayanews.com - Tumbuh besar di pinggiran Ibu Kota Afghanistan, Mahmud Hassani dan adiknya Massoud melihat sendiri kehancuran akibat ranjau darat bagi siapa saja yang menginjaknya.
Ingatan atas kehancuran akibat ranjau-ranjau darat yang tertinggal dari periode 1980-an - ketika para pemberontak Afganistan melawan pasukan Soviet, itu menjadi inspirasi.
Kakak beradik ini lalu mengembangkan prototipe pesawat nirawak untuk mendeteksi dan menghancurkan ranjau.
Penemuan mereka ditampilkan Rabu (14/12/2016) di NT100, daftar badan amal Nominet Trust di Inggris, yang berisi inovasi-inovasi berteknologi demi menanggulangi masalah-masalah besar dunia.
"Bagi kami saat itu, itu adalah normal. Bagi kami itu tempat bermain dengan ranjau darat," ujar Mahmud Hassani.
Dia mengenang lahan dekat rumah masa kecilnya tempat ia dan anak-anak lain bermain.
Hassani mengatakan, "drone" bernama "mine kafon" ini dirancang untuk memetakan, mendeteksi, dan meledakkan ranjau.
Dilengkapi dengan sistem pemetaan tiga dimensi, pesawat nirawak itu menemukan ranjau-ranjau dengan detektor logam.
Menggunakan tangan robotik, pesawat itu memasang alat peledak kecil di atasnya sebelum menyalakan alat itu dari jarak jauh.
Diperkirakan, ada sekitar 10 juta ranjau darat telah ditanam di Afganistan. Tahun 2015, tercatat jumlah kematian terkait ranjau darat di sana mencapai angka tertinggi di dunia.
Ada 1.310 orang tewas atau terluka, demikian data dari Kampanye Internasional untuk Melarang Ranjau Darat (ICBL).
Secara keseluruhan, 6.461 orang tewas atau terluka oleh ranjau darat, alat peledak yang diaktivasi korban, dan senjata-senjata yang tidak meledak sisa-sisa perang di seluruh dunia di tahun 2015.
Lebih dari tiga perempat korban adalah warga sipil, 38 persen di antaranya anak-anak.
Hassani, yang tinggal di Belanda dengan abangnya, mengatakan, prototipe pesawat nirawak ini 120 kali lebih murah dan 20 kali lebih cepat daripada teknik-teknik pembersihan ranjau tradisional.
"Pesawat itu juga tidak berisiko untuk manusia," tambahnya.(VOA Indonesia).
Ingatan atas kehancuran akibat ranjau-ranjau darat yang tertinggal dari periode 1980-an - ketika para pemberontak Afganistan melawan pasukan Soviet, itu menjadi inspirasi.
Kakak beradik ini lalu mengembangkan prototipe pesawat nirawak untuk mendeteksi dan menghancurkan ranjau.
Penemuan mereka ditampilkan Rabu (14/12/2016) di NT100, daftar badan amal Nominet Trust di Inggris, yang berisi inovasi-inovasi berteknologi demi menanggulangi masalah-masalah besar dunia.
"Bagi kami saat itu, itu adalah normal. Bagi kami itu tempat bermain dengan ranjau darat," ujar Mahmud Hassani.
Dia mengenang lahan dekat rumah masa kecilnya tempat ia dan anak-anak lain bermain.
Hassani mengatakan, "drone" bernama "mine kafon" ini dirancang untuk memetakan, mendeteksi, dan meledakkan ranjau.
Dilengkapi dengan sistem pemetaan tiga dimensi, pesawat nirawak itu menemukan ranjau-ranjau dengan detektor logam.
Menggunakan tangan robotik, pesawat itu memasang alat peledak kecil di atasnya sebelum menyalakan alat itu dari jarak jauh.
Diperkirakan, ada sekitar 10 juta ranjau darat telah ditanam di Afganistan. Tahun 2015, tercatat jumlah kematian terkait ranjau darat di sana mencapai angka tertinggi di dunia.
Ada 1.310 orang tewas atau terluka, demikian data dari Kampanye Internasional untuk Melarang Ranjau Darat (ICBL).
Secara keseluruhan, 6.461 orang tewas atau terluka oleh ranjau darat, alat peledak yang diaktivasi korban, dan senjata-senjata yang tidak meledak sisa-sisa perang di seluruh dunia di tahun 2015.
Lebih dari tiga perempat korban adalah warga sipil, 38 persen di antaranya anak-anak.
Hassani, yang tinggal di Belanda dengan abangnya, mengatakan, prototipe pesawat nirawak ini 120 kali lebih murah dan 20 kali lebih cepat daripada teknik-teknik pembersihan ranjau tradisional.
"Pesawat itu juga tidak berisiko untuk manusia," tambahnya.(VOA Indonesia).
Sumber : aceh.tribunnews.com
0 komentar:
Post a Comment