Positif Ditahan 63 Warga Aceh di Port Klang Malaysia

Kluetrayanews.com, ACEH - Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia DM 4 Selangor berhasil menggagalkan upaya penyelundupan pendatang asing asal Aceh yang ke luar naik boat dari jalur tak resmi perairan Malaysia, Selasa (2/5) pagi. Di atas boat itu terdapat 67 orang, 63 di antaranya warga Aceh, dan semuanya kini ditahan di Port Klang, Selangor.


* Masuk dan Keluar Malaysia tanpa Dokumen Sah

Sebanyak 67 warga negara Indonesia, 63 di antaranya berasal dari Aceh, sejak Selasa (2/5) ditahan pihak Imigrasi Malaysia di Port Klang, Selangor. Mereka ditahan karena meninggalkan Malaysia lewat laut melalui jalur tidak resmi dan tak dibekali dokumen perjalanan maupun bukti diri yang sah. 

Presiden Persatuan Komunitas Aceh di Malaysia, Datuk Mansyur Usman yang dihubungi Serambi dari Banda Aceh, Kamis (4/5) siang mengakui adanya peristiwa itu.

Ia pun sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait di Malaysia sehubungan dengan ditahannya warga Indonesia dan terbanyak berasal dari Aceh itu.

Penahanan tersebut, menurutnya, sudah dilaporkan kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur. Namun, ia tak diperkenankan merapat ke lokasi para warga Indonesia itu ditahan, yakni di lokap tahanan Imigrasi Selangor. “Yang boleh datang ke lokasi penahanan hanyalah orang KBRI. Saya tidak dibenarkan,” ujarnya.

Begitupun, kepada Serambi Datuk Mansyur mengutip penjelasan Timbalan Pengarah (Operasi) DM 4 Selangor, Komander Maritim Mohd Iszuadi bin Mohamad Hassan kepada media setempat kemarin. Bahwa ketika boat ronda maritim Malaysia melakukan patroli di Satria Selatan pada Selasa (2/5) pukul 05.00 pagi, berhasil dikejar dan ditahan sebuah boat barter dagang yang terlihat mencurigakan pada posisi lebih kurang 4 mil dari perairan Pelabuhan Barat, Selangor.

Setelah diperiksa, sebutnya, ditemukan 67 orang berada di dalam boat tersebut. Kesemuanya diyakini sebagai warga negara Indonesia, termasuk seorang tekong bersama tiga awak boat, dan 63 orang pendatang asal Aceh yang tak memiliki dokumen/kartu identitas diri yang sah. Selain 63 warga Aceh itu, empat orang awak boat belum diketahui dari provinsi mana di Indonesia ia berasal.

Diduga, saat masuk Malaysia pun mereka tak memiliki dokumen keimigrasian resmi. Di Malaysia, mereka dinamakan “pendatang haram” atau pendatang asing tanpa izin. Karena tak punya dokumen resmi keimigrasian, maka mereka pun meninggalkan Malaysia menjelang puasa Ramadhan menggunakan jalur tak resmi dan itu menyalahi peraturan Malaysia, Seksyen 5 (2) Akta Imigresen 1959/63 (Pindahan 2002).

Sebanyak 15 orang di antara yang ditahan itu adalah wanita berumur sekitar 24 hingga 49 tahun dan dua orang bocah perempuan, masing-masing berumur 8 bulan dan 3 tahun, serta 46 pria berumur 20 hingga 56 tahun.

Versi lain yang didapat Serambi, jumlah penumpang di boat itu seluruhnya 83, bukan 67 orang. Namun, belum didapat konfirmasi resmi dari KBRI di Kuala Lumpur tentang jumlah pasti WNI yang ditahan itu. “Saya akan follow up dengan menghubungi orang-orang KBRI untuk mendapatkan nama-nama mereka yang ditahan,” ujar Mansyur, putra Aceh yang kini bergelar “Datuk”.

Gelar kehormatan itu dianugerahi Agong Sultan Muhammad V kepada Mansyur pada 1 Februari 2017 bertepatan pada peringatan Hari Persekutuan Wilayah di Istana Negara, Kuala Lumpur, sehingga ia kini bergelar “Panglima Mahkota Wilayah”.

Ia juga mengimbau agar warga Aceh yang ingin berkunjung, belajar, apalagi mencari nafkah di Malaysia, haruslah membekali diri dengan dokumen resmi keimigrasian, sehingga tidak digolongkan sebagai “pendatang haram” di Malaysia. Saat pulang ke Aceh pun harus pula menggunakan jalur resmi, sehingga tidak berimplikasi hukum atau berakibat buruk apabila boat atau kapal yang mereka tumpangi karam atau disergap pihak marinir Malaysia.

“Jangan gunakan jalan pintas untuk pulang kampung. Kalau ada saluran yang betul, kenapa kita harus gunakan saluran yang salah,” ujarnya.

Pada 18 Juni 2014, tongkang yang ditumpangi puluhan WNI saat bertolak dari Malaysia karam di peraiaran Sungai Air Hitam, Selangor. Akibatnya, 14 orang meninggal dan korban terbanyak berasal dari Aceh.

Sumber : aceh.tribunews.com
Share on Google Plus

About admin

0 komentar: