Kluetrayanews.com - Sejak pertengahan bulan lalu, sejumlah kabupaten/kota di Aceh sudah mensahkan anggaran pendapatan dan belanja (APBK)-nya untuk tahun 2017. Sedangkan APBA yang dijanjikan disahkan Desember, hingga kemarin belum mulai dibahas di DPRA karena dokumen-dokumennya masih di tangan eksekutif.
Namun, kali ini kita bukan ingin menyoroti masalah ketepatan waktu penyelesaian pengesahan anggaran daerah, tapi yang ingin persoalkan adalah arah alokasi anggaran itu.
Beberapa kabupaten/kota yang sudah mengumumkan APBK-nya, “mengklaim” formula anggaran mereka sudah prorakyat. Tapi, kalangan pengamat dan aktivis LSM masih melihat formula anggaran yang terlalu “memanjakan” pejabat eksekutif dan legislatif. Artinya, belum memihak rakyat. Dan, mereka pun bertanya, kapankah APBK dan APBA akan prorakyat?
Padahal, sudah berulang-ulang para aktivis LSM, mahasiswa, dan pengamat mengingatkan pihak eksekutif dan legislatif supaya menyusun APBK dan APBA yang memihak rakyat. Anggaran daerah jangan hanya habis untuk ongkos bagi pihak eksekutif dan legislatif.
Yang paling banyak menyedot anggaran tentu untuk perjalanan ke luar daerah dan luar negeri, yakni darmawisata yang “berselimut” studi banding. Lalu, di dewan juga masih mengeruk anggaran yang katanya untuk dana aspirasi.
Mestinya, menurut pengamat ekonomi dari Unsyiah Rustam Effendi, pemerintah di Aceh ini menyusun anggaran tahunan yang terfokus pada program dan kegiatan yang bisa mendongkrak ekonomi rakyat secara meluas. Ini harus menjadi keinginan yang kuat. Sebab, selama ini target pertumbuhan ekonomi pemerintah Aceh tidak pernah tercapai.
Secara menyeluruh, pertumbuhan ekonomi Aceh per November 2016 baru mencapai 4,06 persen. Sedangkan target yang tercantum dalam buku RPJM 2012-2017 sekitar 7 persen. “Sejak tahun 2014-2016, target pertumbuhan ekonomi yang dibuat Pemerintah Aceh tidak pernah tercapai. Ini artinya, penyusunan program pemberdayaan ekonomi rakyat yang dibuat selama ini oleh seluruh SKPA dalam RAPBA, belum terfokus mendongkrak dan menumbuhkan ekonomi rakyat secara meluas, melainkan sekadar melaksanakan saja, tapi tidak memikirkan manfaatnya untuk rakyat,” kata Rustam Effendi.
Untuk itulah, ke depannya Rustam Effendi berharap pemerintah Aceh memformulasikan kembali strategi pembangunan ekonomi kerakyatannya. Program dan kegiatan maupun proyek yang dibuat, harus bisa menjawab isu dan masalah hambatan ekonomi yang terjadi di tengah masyarakat. “Buat solusi untuk mencapai tujuannya sekaligus harus ada komitmen yang tinggi dari pihak legislatif dan eksekutif untuk mencapainya,” kata Rustam.
Selain di tingkat provinsi, formula anggaran di kabupaten dan kota juga sangat berkontribusi bagi naik atau turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi daerah ini. Rakyat menginginkan adanya program-program cerdas dan parktis bagi percepatan kesejahteraannya.
Satu hal lagi, konsentrasi penggunaan dana Otsus juga harus benar-benar diarahkan bagi kesejahteraan rakyat. Artinya, dana Otsus jangan dihabiskan untuk macam-macam proyek yang akhirnya malah mubazir seperti yang banyak terlihat selama ini.
Sumber : aceh.tribunews.com
Namun, kali ini kita bukan ingin menyoroti masalah ketepatan waktu penyelesaian pengesahan anggaran daerah, tapi yang ingin persoalkan adalah arah alokasi anggaran itu.
Beberapa kabupaten/kota yang sudah mengumumkan APBK-nya, “mengklaim” formula anggaran mereka sudah prorakyat. Tapi, kalangan pengamat dan aktivis LSM masih melihat formula anggaran yang terlalu “memanjakan” pejabat eksekutif dan legislatif. Artinya, belum memihak rakyat. Dan, mereka pun bertanya, kapankah APBK dan APBA akan prorakyat?
Padahal, sudah berulang-ulang para aktivis LSM, mahasiswa, dan pengamat mengingatkan pihak eksekutif dan legislatif supaya menyusun APBK dan APBA yang memihak rakyat. Anggaran daerah jangan hanya habis untuk ongkos bagi pihak eksekutif dan legislatif.
Yang paling banyak menyedot anggaran tentu untuk perjalanan ke luar daerah dan luar negeri, yakni darmawisata yang “berselimut” studi banding. Lalu, di dewan juga masih mengeruk anggaran yang katanya untuk dana aspirasi.
Mestinya, menurut pengamat ekonomi dari Unsyiah Rustam Effendi, pemerintah di Aceh ini menyusun anggaran tahunan yang terfokus pada program dan kegiatan yang bisa mendongkrak ekonomi rakyat secara meluas. Ini harus menjadi keinginan yang kuat. Sebab, selama ini target pertumbuhan ekonomi pemerintah Aceh tidak pernah tercapai.
Secara menyeluruh, pertumbuhan ekonomi Aceh per November 2016 baru mencapai 4,06 persen. Sedangkan target yang tercantum dalam buku RPJM 2012-2017 sekitar 7 persen. “Sejak tahun 2014-2016, target pertumbuhan ekonomi yang dibuat Pemerintah Aceh tidak pernah tercapai. Ini artinya, penyusunan program pemberdayaan ekonomi rakyat yang dibuat selama ini oleh seluruh SKPA dalam RAPBA, belum terfokus mendongkrak dan menumbuhkan ekonomi rakyat secara meluas, melainkan sekadar melaksanakan saja, tapi tidak memikirkan manfaatnya untuk rakyat,” kata Rustam Effendi.
Untuk itulah, ke depannya Rustam Effendi berharap pemerintah Aceh memformulasikan kembali strategi pembangunan ekonomi kerakyatannya. Program dan kegiatan maupun proyek yang dibuat, harus bisa menjawab isu dan masalah hambatan ekonomi yang terjadi di tengah masyarakat. “Buat solusi untuk mencapai tujuannya sekaligus harus ada komitmen yang tinggi dari pihak legislatif dan eksekutif untuk mencapainya,” kata Rustam.
Selain di tingkat provinsi, formula anggaran di kabupaten dan kota juga sangat berkontribusi bagi naik atau turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi daerah ini. Rakyat menginginkan adanya program-program cerdas dan parktis bagi percepatan kesejahteraannya.
Satu hal lagi, konsentrasi penggunaan dana Otsus juga harus benar-benar diarahkan bagi kesejahteraan rakyat. Artinya, dana Otsus jangan dihabiskan untuk macam-macam proyek yang akhirnya malah mubazir seperti yang banyak terlihat selama ini.
Sumber : aceh.tribunews.com
0 komentar:
Post a Comment