Kluet Raya News - Jakarta / Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengapresiasi penyelenggaraan doa bersamapada Jumat (2/12/2016) lalu yang berlangsung super damai.
Menurut dia, penyelenggaraan doa bersama ini jauh lebih baik dibandingkan aksi damai pada Jumat (4/11/2016) lalu.
Contohnya untuk tanaman yang berada di kawasan Monumen Nasional (Monas) serta lokasi lain yang dilewati peserta doa bersama.
"Kemarin yang aksi damai tanggal 4 November ada 6.600 tanaman rusak dan enam pagar Monas yang jebol. Nah, sekarang tidak ada satu batang pun tanaman yang tumbang atau patah, bahkan tidak satu daun pun jatuh. Artinya, doa bersama ini berjalan betul-betul aman, nyaman, dan damai," kata Sumarsono , Sabtu (3/12/2016) seperti dilansir Kompas.com.
Sumarsono menyebut dirinya sampai tidak tidur selama dua hari untuk mengontrol persiapan pelaksanaan doa bersama ini.
Beberapa fasilitas yang dipersiapkan Pemprov DKI Jakarta seperti 54 tangki air wudhu, 150 tenaga dokter, enam rumah sakit yang buka selama 24 jam, 5.000 kantong plastik sampah yang dibagikan kepada peserta doa bersama, dan delapan ambulance.
Dia menyebut ada 156 peserta yang sakit karena masuk angin atau belum sempat makan. Enam peserta di antaranya dirujuk ke RSUD Tarakan dan kini telah kembali ke kampung halamannya masing-masing.
Selain itu, ia melarang personel Satpol PP untuk membawa pentungan selama penyelenggaraan doa bersama. Pentungan diganti dengan air mineral kemasan untuk polisi dan peserta doa bersama.
Pemprov DKI Jakarta menghabiskan 10.000 dus air minum kemasan pada doa bersama kemarin. Pemprov DKI Jakarta juga mempersiapkan 100 unit bus Transjakarta untuk digunakan peserta doa bersama dari Ciamis atau Tasikmalaya yang berjalan kaki menuju Jakarta.
Bus itu telah dipergunakan sebagai sarana transportasi peserta doa kembali ke kampung halamannya. Sehingga tidak ada pesertadoa bersama yang tertinggal di Jakarta.
"Jadi enggak ada kerusakan sama sekali, kami terima kasih sekali kepada peserta doa dan dzikir bersama. Jadi luar biasa, itulah sejarah pertama, kalau ketemu orang MURI (Museum Rekor Indonesia), mestinya acara doa bersama dikasih rekor MURI. Karena bisa aman, nyaman, dan tenteram," kata Sumarsono.
Mengubah pandangan
Sumarsono mengatakan, dirinya mengubah pandangan Pemprov DKI Jakarta dalam menghadapi sebuah aksi dengan jumlah massa yang besar. Bukan lagi menghadapi, melainkan melayani aksi.
Jika menghadapi, maka peserta aksi dipandang sebagai musuh. Namun, lanjut dia, peserta aksi merupakan saudara seumat dan sebangsa setanah air dengan pemerintah. Sehingga harus dianggap sebagai kawan.
"Oleh karena itu, konsep menghadapi jadi melayani, implikasinya besar," kata Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tersebut.
Terkait doa bersama, Sumarsono mengaku telah bertemu dengan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI), Front Pembela Islam(FPI), dan ormas lainnya.
"Saya tanya ada kekurangan apa enggak. Mereka jawab, sama sekali tidak ada kekecewaan atau ketidakpuasan, semua merasa terlayani dengan baik," kata Sumarsono.
Sumber : aceh.tribunnews.com
0 komentar:
Post a Comment