Kluet Raya News - Sigli / Pengungsi korban gempa Pijay mulai menghadapi masalah kesehatan seperti gatal-gatal, ispa, diare, dan demam termasuk menyerang anak-anak. Stok obat dilaporkan minim karena jumlah masyarakat yang dilayani terus meningkat.
Pada hari ke-4 pascagempa, Sabtu (10/12), Serambi mendatangi beberapa titik pengungsian di Pijay dan terpantau pengungsi belum tertangani dengan baik. Misalnya, pengungsi di Gampong Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Gampong Tu, Kecamatan Panteraja, dan Gampong Mee Pangwa, Kecamatan Trienggadeng.
Koordinator Pengungsi Gampong Tu, Hezlizar kepada Serambi membenarkan banyak anak di kamp pengungsian Gampong Tu diserang penyakit gatal-gatal dan mancret. Pengungsi di Gampong Tu ditangani relawan mahasiswa kedokteran dari Universitas Malikus Saleh (Unimal) Lhokseumawe.
“Mereka yang selama ini memberikan pelayanan kesehatan kepada kami tetapi stok obat yang mereka bawa telah menipis,” kata Heslizar.
Dua dokter Unimal, dr Fani dan Vona yang dimintai keterangannya menjelaskan, mereka terkendala memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi di Gampong Tu karena stok obat tidak mencukupi, seperti obat antinyeri, asam urat, diare dan vitamim. Anak-anak banyak diserang mecret.
“Stok obat hanya bertahan untuk hari ini, besok tidak ada lagi. Warga kita arahkan ke Puskesmas Panteraja setelah kita periksa di pengungsian,” kata Fani dibenarkan Vona.
Koordinator Pengungsi Gampong Mee Pangwa, M Yusuf (54) mengungkapkan kunjungan dokter ke lokasi pengungsian Gampong Mee Pangwa sangat kurang. Padahal, banyak pengungsi yang terserang penyakit, terutama anak-anak umur 1-3 tahun. Sementara orang dewasa diserang gatal-gatal. “Tadi malam ada anak-anak muntah-muntah setelah makan mi. Beruntung kondisinya cepat membaik,” kata Yusuf.
Pengungsi di Gampong Mee Pangwa berjumlah 1.000 jiwa dengan lokasi pengungsian di dua titik.
Penanggung Jawab Posko Polda Aceh di Gampong Mesjid, Kecamatan Trienggadeng, Kombes Hery Jatmoko didampingi AKP Amiruddin kepada Serambi, Sabtu (10/12) mengatakan, kunjungan warga yang berobat ke Posko Polda Aceh meningkat. Hingga kemarin, menurut Hery tercatat 1.200 korban gempa telah berobat di posko tersebut.
Penyakit dominan untuk orang dewasa batuk, anemia (kurang darah), dan luka-luka akibat gempa. Adapun anak-anak diserang demam, gatal-gatal dan mencret,” katanya. Menurutnya, stok obat cukup, dan pihak Polda Aceh menyiagakan lima dokter. Posko dibuka 24 jam.
Diakui Kombes Hery, masih ada korban gempa di pedalaman belum mendapat pelayanan kesehatan. Pihak Polda Aceh menurunkan dua ambulans untuk menjemput warga yang sakit.
Direktur RSUD Pidie Jaya, dr Ernida kepada Serambi mengatakan, sebanyak 33 pasien korban gempa dirawat di luar ruangan karena pasien takut terjadi gempa susulan kalau dirawat di dalam ruangan.
Satu hari pascagempa, menurut Ernida, pihaknya melakukan operasi persalinan terhadap tiga ibu dan berjalan lancar. Ketiga ibu itu masing-masing Jamaliah (23) warga Muko Blang, Kecamatan Panteraja, Fitriani (24) warga Gampong Mesjid, Kecamatan Trienggadeng, dan Maryamah (23) warga Poh Roh, Kecamatan Meureudu.
Korban gempa dari Kecamatan Samalanga, Bireuen umumnya menderita ispa dan trauma bencana yang umumnya dirasakan kaum ibu dan anak-anak.
Informasi itu disampaikan Taslim selaku Koordinator Posko Pelayanan Kesehatan Dinkes Bireuen di Desa Matang Jareung atau Simpang Matang, Samalanga, kepada Serambi, Sabtu (10/12).
Korban gempa menyerbu posko kesehatan sejak hari pertama pascabencana hingga kemarin. Biasanya menjelang sore dan malam sedangkan siang mereka kembali ke rumah masing-masing.
Kadiskes Bireuen, dr Amir Addani MKes menjelaskan, di Samalanga ada dua posko kesehatan yaitu di Simpang Matang dan di Kecamatan Simpang Mamplam.
Selain itu, ada Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) di Dayah Ummul Ayman dan ada satu klinik di dekat Mudi Mesra Samalanga di bawah koordinasi Puskesmas Samalanga.(naz/c43/yus).
Sumber : aceh.tribunnews.com
0 komentar:
Post a Comment