Kluet Raya News - Aceh - Mulai tahun 2017, pemerintah kabupaten/kota bakal tidak lagi menerima transfer dana otonomi khusus (otsus) dari Pemerintah Aceh seperti selama ini, karena dalam draf perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Penggunaan Dana Otonomi Khusus, sistemnya sudah berubah.
“Pemerintah kabupaten/kota yang membutuhkan dana otsus untuk pembangunan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan di daerahnya dapat mengusulkan kepada Pemerintah Aceh. Lalu Pemerintah Acehlah yang akan menilai dan membiayainya,” kata Wakil Ketua II DPRA, Teuku Irwan Djohan ST, kepada Serambi di Banda Aceh, Senin (23/11).
Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 itu, kata Irwan, diubah DPRA dan menjadi usul insiatif anggota dewan, salah satunya untuk menyikapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mempertanyakan sistem penyaluran Dana Otsus Aceh ke daerah dengan cara transfer.
Dalam UUPA, perintah itu tak ada, tapi kenapa Pemerintah Aceh membuat qanun yang membolehkan transfer dana otsusnya ke kabupaten/kota, padahal pengelolaan dana itu merupakan tanggung jawab penuh Pemerintah Aceh? Pertanyaan itu diajukan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) APBA 2014 maupun tahun 2015.
Faktor pendorong lainnya, kata Irwan, dari hasil evaluasi yang dilakukan Forum Rektor Se-Aceh, sejumlah pakar ekonomi, anggota DPR RI, dan LSM sejak tahun 2008 sampai 2015, Aceh telah menerima dana otsus sembilan tahun (hampir Rp 90 triliun), tapi belum memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan taraf hidup rakyat. Anehnya lagi, sejumlah DPRK kabupaten/kota melaporkan kepada DPRA bahwa usulan program dana otsus yang diajukan bupati/wali kotanya banyak yang tidak dibahas bersama dengan DPRK.
Salah satu tujuan dari pemberian dana otsus itu dari pusat kepada Pemerintah Aceh selama 20 tahun, kata Irwan, adalah untuk percepatan pembangunan di Aceh yang telah tertinggal jauh dari provinsi lainnya akibat konflik berkepanjangan dan bencana tsunami.
Tapi, fakta menunjukkan, penyaluran dana otsus sudah berjalan sembilan tahun, hampir Rp 90 triliun dana otsus digelontorkan untuk percepatan pembangunan daerah ini, tapi tingkat kesejahteraan rakyat Aceh masih saja jauh dari yang diharapkan.
Sisa masa penyaluran dana otsus 11 tahun lagi itu, kata Irwan, harus bisa dimaksimalkan untuk percepatan pembangunan di berbagai bidang maupun untuk kesejahteraan rakyat. Atas dasar itu, DPRA mengubah kembali sistem penyalurannya mulai tahun 2017.
Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua I DPRA, Drs Sulaiman Abda MSi. Menurutnya, langkah yang diambil DPRA mengusulkan perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 itu merupakan langkah yang tepat untuk lebih memfokuskan kembali penggunaan dana otsus bagi peningkatan taraf hidup rakyat dengan cara membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Terutama untuk mendorong tumbuhnya perekonomian dan penciptaan lapangan kerja baru bagi rakyat Aceh.
Ketua Frkasi Partai Aceh, Kautsar yang terlibat langsung dalam pembahasan perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 itu mengatakan, awalnya pengelolaan dana otsus itu seluruhnya berada pada Pemerintah Aceh, namun pada tahun 2013 pemerintah kabupaten/kota meminta jatah dana otsusnya sebesar 40 persen yang diberikan Pemerintah Aceh ditransfer saja ke kabupaten/kota.
Lalu, semua usulan program dana otsus yang diajukan ke provinsi, pemerintah kabupaten/kotalah yang membayarnya kepada rekanan setelah pemerintah provinsi mentransfer dananya ke rekening kasda masing-masing kabupaten/kota.
Mulai tahun 2014 sampai 2016, kuota dana otsus kabupaten/kota sebesar 40 persen ditransfer ke masing-masing rekening kasda kabupaten/kota yang terdapat di Bank Aceh. Sistem transfer dana otsus itu menjadi pertanyaan bagi BPK Perwakilan Aceh. Dalam LHP APBA 2014 dan 2015 hal itu pun dipertanyakan dan dinilai menyalahi aturan karena tidak sesuai dengan amaran UUPA.
Kecuali itu, akibat sistem transfer tersebut, dana hibah Aceh menjadi bengkak dalam format RAPBA, makanya dalam dua tahun terakhir dalam evaluasianya Kemendagri terus mengoreksi dan menegur aloaksi dana hibah Aceh yang terlalu besar mencapai di atas 20 persen dari total anggaran RAPBA-nya. Padahal, yang membuat dana hibah itu besar adalah karena transfer dana otsus ke kabupaten/kota, meski dananya digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan, pendidikan kesehatan, dan lainnya oleh kabupaten/kota.
Untuk mencegah munculnya koreksi dan teguran bagi DPRA maupun Gubernur Aceh dalam penyusunan RAPBA 2017 ini, perubahan Qanun Dana Otsus itu harus tuntas sebelum penyusunan RAPBA 2017 dimulai. Yang lebih penting lagi, lanjut Kausar, untuk mempercepat pengesahan perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 itu agar bisa dipakai dalam penyusunan RAPBA 2017, maka rapat dengar pendapat umum (RDPU) Perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 itu akan dilakukan pansus pada Rabu (23/11) besok di DPRA. (her)
Sumber : Serambi Indonesia
0 komentar:
Post a Comment