Kluet Raya News - Dalam catatan sejarah Aceh Para teuku (panglima) dan tengku (ulama) bahu membahu meneriakan perjuangan yang tidak pernah hentinya.
Banyak para panglima dan ulama yang menyuarakan dan melakukan perjuangan hingga titik darah penghabisan. Bukan tidak sedikit pula dalam perjuangannya kita dapati para pengkhianat. Salah satunya tewasnya pejuang Aceh Teuku Cut Ali akibat dari pengkhianatan seorang penduduk.
Pertempuran di Aceh Selatan berkobar dari mulai dari Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng,Labuhan Haji, Kluet, Bakongan hingga ke Trumon merupakan tempat yang bergolak antara tahun 1925-1928. Tangsi-tangsi dan bivak Belanda tidak pernah aman dan selalu mendapat penyerangan dari pejuang.
Teuku Cut Ali namaya, pemimpin pasukan nan gagah berani. Beliau tidak pernah mau menyerah terhadap tekanan dan intimidasi dari pihak Belanda. Strategi perang yang jitu ada pada dirinya. Dengan penuh keyakinan Teuku Cut Ali mengajak para pemuda untuk selalu melawan Belanda.
Beliau begitu dikagumi oleh anggota pasukanya dan sangat disegani oleh pihak lawan . Hal ini diakui langsung oleh seorang penulis Belanda, H.C. Zentgraaff. T Cut Ali berhasil mempengaruhi para pejuang untuk bersatu, seperti Imuem Sabi, Teuku Nago, dan pejuang lainya. Dalam Kluet dalam Bayang-Bayang Sejarah (2008: 247) menyebut bahwa letnan Molenaar tewas di Teurbangan (kecamatan Pasie raja, Aceh Selatan) akibat serangan pejuang yang dipimpin oleh Teuku Nago.
Selanjutnya mayat tersebut dibawa Kapten Bahren kepangkalanya. Diperjalanan pulang seorang penduduk mencegat pasukan Belanda dan menitipkan surat T Cut Ali yang berisi pesan ajakan perang. Namun surat tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak Belanda. T zilmirham dalam tulisan “Seputar Perang Bakongan” menyebut T Cut Ali memberikan perlawanan yang menyulitkan Belanda.
Seperti perang yang terjadi di Alue Laton, pucuk Bakongan. Pertempuran ini menyebabkan tewasnya satu orang marsose. Sedangkan dipihak T Cut Ali 6 orang gugur sebagai syuhada. Keberanaian beliau tidak hanya disitu saja, pada tgl 15 april 26 pasukan T Cut Ali menyerang brigade marsose yang dipimpin oleh sersan Pontoh di ujung pulo rayuek (Bakongan).
Dari pertempuran ini sebanyak 4 marsose luka parah dan 4 lainya luka ringan. Sedangkan pihak T Cut Ali 11 orang gugur sebagai syuhada. Selanjutnya Pada tanggal 18 Mei 1926 pasukan Teuku Cut Ali kembali melakukan penyerangan terhadap pasukan marsose Belanda yang dipimpin oleh letnan H.J.M. Klaar di kampung Leumbang.
Pada pertempuran ini letnan H.J.M. Klaar hampir saja tewas disabet kelewang pasukan Teuku Cut Ali, jika saja tidak diselamatkan oleh marsose Sarewating. Pertempuran ini menyebabkan 2 orang tewas dan 7 orang mengalami luka parah. Dipihak pejuang Aceh 6 orang gugur.
Selanjutnya pada bulan Mei 1926, masih dari tulisan T Zilmirham pemerhati sejarah Aceh, kapten Gosenson ditugaskan ke Bakongan dan ditempatkan kedalam pasukan yang dipimpin oleh kapten Bahrens yang juga menjabat sebagai komandan marsose Belanda di wilayah Kluet dan Trumon, Aceh Selatan. Kapten Gosenson kemudian berangkat ke Trumon. Dia berhasil mendesak pasukan Teuku Cut Ali. Kemudian T Cut Ali dan sebagian pasukanya pindah ke pedalaman Alu Burang (Lawe sawah) Kluet timur. DisinilahKapten Gosenson menggali informasi tentang keberadaan T Cut Ali.
Patut disayangkan ada seorang penduduk yang berkhianat dan memberi tahu tentang keberadaan T Cut Ali bersama pengikutnya. Kemudian kapten Gosenson bergerak berdasarkan informasi yang didapatkanya dari penduduk itu. Dia berhasil menyergap T Cut Ali bersama pasukanya.
Dari penyergapan ini pasukan kapten Gonsenson berhasil menewaskan 6 orang, 2 diantaranya wanita. Kapten Gosenson meyakinidiantara mayat itu terdapat mayat Teuku Cut Ali, karenadiantara yang syahid juga terdapat Imuem Sabi yang terkenal kesetianya terhadapbeliau dan perjuanganya. Imuem Sabi masih didapati menggantungkan keranjang rotan kecil pada lobang luka dibelakangnya ( baca: Imuem Sabi).
Disamping itu pada tubuhnya didapati “rencong pusaka”. Rencong itu memakai gagang khusus dan besar modelnya. Selain itu ditemukanya juga mayat seorang lelaki yang diperkirakan sebagai Teuku Nago. Sedangkan kedua wanita yang tewas, satu diantaranya adalah istri Teuku Cut Ali yang bernama Fatimah dan satu lagi pembantunya. Disamping mayat-mayat ditemukan juga seekor ayam betina yang bertengger diatasnya dan seekor beruk kecil yang setia mendampinginya, kedua hewan itu merupakan benda-benda bertuah milik Teuku Cut Ali dan istrinya.
Kemudian Kapten Gosenson memenggal kepala Teuku Cut Ali dan mengaraknya keliling kampung. Selanjutnya kepala Teuku Cut Ali dimakamkan di tepi sungai Kandang desa Suak Bakong, sedangkan tubuhny dimakamkan langsung di Alu Burang (lawe sawah, kluet timur) ini sesuai dengan keyakinan orang Aceh terhadap seorang yang syahid. Pada batu nisan itu tertulis: “ Tjoet Ali gesneuveld 25 Mei 1927= Cut Ali tewas tanggal 25 Mei 1927.
Sejarah ringkas perjuangan T Cut Ali, memberikan gambaran kepada kita bahwa setiap perjuangan itu tidak selalu akan mendapat dukungan secara penuh dari setiap orang. Pengkhianat tetap saja ada. Pengkhianat dalam istilah Aceh lebih dikenal secara luas dengan panggilan cuak. Sifat dari cuak sangat opertunis, suka kemewahan, dan kesenangan. Cuak juga cepat lupa diri dan mudah terbuai dengan godaan-godaan yang sifatnya duniawi.
Bila kita buat satu komparasi ternyata seorang cuak tidak lebih baik dari hewan. Hewan yang nota bene tidak mempunyai pikiran terlihat begitu setia. Kedua hewan, beruk dan ayam tetap menunggui mayat empunya. Adakah sifat seperti cuak pada bangsa Indonesia saat ini? Sulit untuk dipungkiri atau mengatakan tidak. Banyak kita jumpai “cuak-cuak” baru yang ada dikalangan masyarakat. Terutama anggota dewan dan penguasa.
Mereka menjelma sebagai “pejuang” yang mengatasnamakan rakyat, akan tetapi perilaku meraka tidak lebih baik dari seekor beruk dan seekor ayam. Anggota dewan dan penguasa yang korup memang pantas kita cap sebagai “cuak’ gaya baru. Ribuan dan bahkan jutaan rakyat yang memberikan mandat kepadanya telah dikhianti.
Mandat tersebut digunakan untuk memenuhi nafsu serakah dan isi perutnya sendiri. Untuk itu pada peringatan hari pahlawan ini jika tidak mau di cap sebagai cuak. Segeralah memperbaiki diri dan kembali sebagai pejuang sejati seperti T Cut Ali yang lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya. Semoga.
Sumber : www.kompasiana.com
0 komentar:
Post a Comment