Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah s.w.t. pencipta makhluk sekalian alam karena telah memberikan kesempatan kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan makalah Ilmu budaya Dasar.
Shalawat dan salam buat Junjungan mulia Nabi Muhammad s.a.w. serta para sahabat yang di muliakan Allah.
Shalawat dan salam buat Junjungan mulia Nabi Muhammad s.a.w. serta para sahabat yang di muliakan Allah.
Menyadari betapa pentingnya kita untuk mengetahui suku-suku yang ada di daerah Aceh, salah satunya adalah suku kluet yang mempunyai beragam kebudayaan. Sumber Foto : Sahidal Andriadi
Makalah ini berusaha menjelaskan suku dan bahsa yang digunakan oleh suku kluet yang mana dapat memberi mamfa’at dan pengetahuan kepada semua puhak, untuk dapat dimengerti dan dipahami secara bersama di dalam kehidupan, bahwasanya tidak hanya ada satu suku dan banyak suku-suku yang membawa pengaruh besar terhadap budaya Aceh.
Oleh karena itu saya terpanggil untuk mengambil inisiatif dalam membuat kajian mengenai bidang tersebut menurut beberapa referensi buku dan wawancara dari tokoh masyarakat Gampoeng tersebut.
Untuk itu, saya berharap agar setiap kekurangan di dalam makalah ini di anggap sebagai ralat dan ini adalah kelemahan diri saya sendiri.
Semoga makalah ini dapat memberi mamfaat kepada sesama pembaca dan juga saya sendiri khususnya. Sedikit peringatan bersama, kritik dan pujian ada dalam satu paket yang sama dalam kehidupan, jika kita tidak berani menerima kritikan, maka kita tidak layak menerima pujian.
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang bisa menciptakan satu manusia dengan manusia bisa saling berinteraksi satu sama lain, saling memberi informasi, mengikat, berdialog dan lain sebagainya. Sistim/vareasi bahasa antara daerah satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah adanya pengaruh bahasa luar seperti bahasa nasional, bahkan bahasa lain yang terdapat di daerah tersebut.
Di Aceh tepatnya berada Kabuapaten Aceh Selatan, terdapat suku yang berbeda-beda yang juga melahirkan bahasa yang berbeda pula.
Di Aceh tepatnya berada Kabuapaten Aceh Selatan, terdapat suku yang berbeda-beda yang juga melahirkan bahasa yang berbeda pula.
Dalam makalah ini, saya berusaha memaparkan seputar tentang “Bahasa Kluet” serta “pengaruh beberapa bahasa yang ada di daerah Aceh terhadap dialek kluet”. Untuk mendekatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap bahasa kluet, saya juga memuat pendapat-pendapat dari tokoh masyarakat kluet mengenai argument mereka terhadap bahasa kluet. Disamping itu, makalah ini menjelaskan sejarah suku kluet serta bahasa yang digunakan oleh suku tersebut.
B. Rumusan Masalah
- Sejarah suku kluet dan bahasa kluet
- Pengaruh beragam bahasa terhadap bahasa kluet
- Beberapa dialek yang terdapat dalam bahasa kluet
- Simbol ke-otentikan Suku Kluet
Dalam rumusan masalah di atas, akan dijelaskan satu persatu mengenai ruang lingkup tentang topik yang mungkin dianggap perlu, berdasarkan referensi dari buku dan informasi mengenai bahasa kluet secara sederhana.
Komunikasi (bahasa) merupakan sebagai sistem budaya dan sistem sosial. Tak bisa dipungkiri, pembahasan tentang komunikasi tak akan terlepas dari sistem sosial. Sehubungan dengan itu, apa yang menjadi prosedur dan perilaku dalam sistem sosial juga sangat mempengaruhi prosedur dan perilaku yang terjadi dalam sistem komunikasi.
Tidak mengherankan pula, dalam membahas komunikasi tak lain adalah membahas satu dimensi dalam ilmu sosial. Sebab, komunikasi adalah bagian dari pola interaksi unsur-unsur dalam sistem sosial. Pendek kata, komunikasi adalah bagian dimensi sosial yang khusus membahas pola interaksi antar manusia (human communication) dengan menggunakan ide atau gagasan lewat lambang atau bunyi ujaran.
a. Sejarah Suku Kluet dan Bahasa Kluet serta perkembangannya
Dewasa ini, suku kluet mungkin masih tertutup keberadaannya di dalam wilayah Aceh, walaupun ada ke-tahu-an atau ada orang mengenal tentang adanya suku kluet di Aceh, akan tetapi minim dijumpai, hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang masih menganggap “asing” terhadap suku dan bahasa kluet. Ada beberapa faktor orang mengenal suku dan bahasa kluet:
Pertama, karena adanya masyarakat kluet yang menjalin hubungan (perkawinan) dengan daerah lain yang ada di Aceh, kemudian orang tersebut mendapatkan informasi bahwa ia berasal dari daerah kluet, sehingga sedikit tidaknya pasangan tersebut akan mengenal suku kluet. Misalnya, orang kluet menikah dengan orang Sigli dan menetap atau ber-domisili di daerah itu, maka berita tentang daerah kluet akan tersebar dikalangan keluarga yang bersangkutan, serta akhirnya leluri tentang kluet akan meluas di daerah Sigli.
Kedua, kalangan mahasiswa/mahasiswi yang berasal dari kluet akan berinteraksi dengan mahasiswa (i) yang ada di daerah Aceh khususnya dan beberapa mahasiswa daerah di Indonesia pada umumnya Seperti: Medan, Padang, Jambi bahkan di negeri jiran sekalipun, seperti Malaysia.
Menurut sejumlah literatur, kajian sejarah kluet sangat erat kaitannya denganKerajaan Laut Bangko. Laut Bangko dulunya merupakan sebuah danau mini yang letaknya adalah di tengah Taman Nasional Gunung Lauser, bagian barat, yang berbatasan dengan Kecamatan Bakongan dan Kecamatan Kluet Timur, kabupaten Aceh Selatan saat ini.
Dikisahkan bahwa, kerajaan Laut Bangko ini pernah megah dikawasan daerah kluet tempoe doeloe. Raja terakhir yang sempat memimpin rakyatnya di daerah ini bernama Malinda, ia mempunyai seorang isteri yang setia, bernama Rindi. Setelah raja tersebut meninggal, daerah ini mangalami bencana (incident flood) banjir. Sehingga banyak penduduknya yang mengeluh.
Penduduknya kemudian mencari daratan baru, sebagian ke tanah Batak, sebagian ke Singkil, dan sebagian lagi masih setia untuk menetap di daerah tersebut dengan mencari dataran tinggi yang baru, yang daerah itu dinamakan sebagai daerah kluet, walaupun bahasa yang digunakan juga ada kemiripan dengan penduduk yang pindah ke daerah-daerah lainnya. Dari sini timbul pendapat bahwa terjadinya kemiripan bahasa antara bahasa kluet, bahasa singkil, bahasa batak, bahsa alas dan bahasa karo.
Dalam literatur lain dikatakan bahwa terbentuknya suku kluet diawali adanya beberapa orang yang mengasingkan diri di suatu daerah (kluet), sehingga dari itu mereka ber-anak-cucu, dan terbentuk suatu masyarakat. Pangambilan kata kluet bermula dari kata khalwat (dalam bahasa Arab), yang artinya menyendiri, mamisahkan diri dari keramaiaan. Selanjutnya penggunakaan kata khalwat dinisbatkan kepada orang-orang yang mengasingkan diri tersebut dengan katakluwat bagi suku kluet sendiri, dan bagi daerah selain kluet dinamakan suku kluet.
Pada awalnya daerah kluet yang ada di kabupaten Aceh Selatan ada dua kecamatan kluet, yaitu kec. Kluet Utara yang ibu kotanya adalah Kota Fajar dan kec. kluet Selatan yang ibu kotanya adalah Kandang. Untuk perkembangan selanjutnya, karena adanya otonomi terhadap pemekaran daerah, maka daerah kluet dibagi kepada empat kecamatan.
Kecamatan Kluet Utara terpecah atau dimekarkan dengan lahirnya kecamatan Kluet Tengah yang ibu kotanya adalah Koto, dan Kecamatan Kluet Selatan dimekarkan dengan lahirnya kecamatan Kluet Timur dengan ibu kota Paya Dapur. Menurut pemakalah bahwa suku yang masih dapat mempertahankan budayanya adalah Kluet Timur.
Menurut sejumlah literatur, kajian sejarah kluet sangat erat kaitannya denganKerajaan Laut Bangko. Laut Bangko dulunya merupakan sebuah danau mini yang letaknya adalah di tengah Taman Nasional Gunung Lauser, bagian barat, yang berbatasan dengan Kecamatan Bakongan dan Kecamatan Kluet Timur, kabupaten Aceh Selatan saat ini.
Dikisahkan bahwa, kerajaan Laut Bangko ini pernah megah dikawasan daerah kluet tempoe doeloe. Raja terakhir yang sempat memimpin rakyatnya di daerah ini bernama Malinda, ia mempunyai seorang isteri yang setia, bernama Rindi. Setelah raja tersebut meninggal, daerah ini mangalami bencana (incident flood) banjir. Sehingga banyak penduduknya yang mengeluh.
Penduduknya kemudian mencari daratan baru, sebagian ke tanah Batak, sebagian ke Singkil, dan sebagian lagi masih setia untuk menetap di daerah tersebut dengan mencari dataran tinggi yang baru, yang daerah itu dinamakan sebagai daerah kluet, walaupun bahasa yang digunakan juga ada kemiripan dengan penduduk yang pindah ke daerah-daerah lainnya. Dari sini timbul pendapat bahwa terjadinya kemiripan bahasa antara bahasa kluet, bahasa singkil, bahasa batak, bahsa alas dan bahasa karo.
Dalam literatur lain dikatakan bahwa terbentuknya suku kluet diawali adanya beberapa orang yang mengasingkan diri di suatu daerah (kluet), sehingga dari itu mereka ber-anak-cucu, dan terbentuk suatu masyarakat. Pangambilan kata kluet bermula dari kata khalwat (dalam bahasa Arab), yang artinya menyendiri, mamisahkan diri dari keramaiaan. Selanjutnya penggunakaan kata khalwat dinisbatkan kepada orang-orang yang mengasingkan diri tersebut dengan katakluwat bagi suku kluet sendiri, dan bagi daerah selain kluet dinamakan suku kluet.
Pada awalnya daerah kluet yang ada di kabupaten Aceh Selatan ada dua kecamatan kluet, yaitu kec. Kluet Utara yang ibu kotanya adalah Kota Fajar dan kec. kluet Selatan yang ibu kotanya adalah Kandang. Untuk perkembangan selanjutnya, karena adanya otonomi terhadap pemekaran daerah, maka daerah kluet dibagi kepada empat kecamatan.
Kecamatan Kluet Utara terpecah atau dimekarkan dengan lahirnya kecamatan Kluet Tengah yang ibu kotanya adalah Koto, dan Kecamatan Kluet Selatan dimekarkan dengan lahirnya kecamatan Kluet Timur dengan ibu kota Paya Dapur. Menurut pemakalah bahwa suku yang masih dapat mempertahankan budayanya adalah Kluet Timur.
b. Pengaruh beberapa Bahasa di daerah Aceh terhadap bahasa kluet
Dilihat dari pengucapan dan penggunaan bahasa kluet, banyak sekali di dapat bahwa bahasa kluet tilak lagi menurut bahasa aslinya (kluet), melainkan adanya pengucapan-pengucapan bahasa yang di-kombinasi dari bahasa selain dari bahasa kluet, seperti bahasa Aneuk Jamee (jamu), bahasa Aceh, bahkan bahasa Nasional kita yaitu bahasa Indonesia.
Dilihat dari pengucapan dan penggunaan bahasa kluet, banyak sekali di dapat bahwa bahasa kluet tilak lagi menurut bahasa aslinya (kluet), melainkan adanya pengucapan-pengucapan bahasa yang di-kombinasi dari bahasa selain dari bahasa kluet, seperti bahasa Aneuk Jamee (jamu), bahasa Aceh, bahkan bahasa Nasional kita yaitu bahasa Indonesia.
1. Pengaruh bahasa Aneuk Jamee terhadap dialek kluet
Mau tidak mau, bahwa proses pergantian dialek murni dari daerah kluet pasti akan terjadi, seperti halnya bahasa nasional yang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa yang ada di seluruh daerah di Indonesia. Sama seperti bahasa kluet. Hal ini tidak terlepas dari adanya proses hubungan social (social relation) antara Aneuk Jamee dengan orang kluet sendiri, misalnya adanya hubungan perkawinan antara orang kluet dengan awak Jamee (jamu), sehingga dialek jamu akan dibawa ke daerah kluet dan akan terjadi pergantian dialek atau dialek jamu akan dimasukkan (dikombinasikan) dengan bahasa kluet, walaupun pengaruh bahasa jamu ini masih minim dijumpai.
2. Pengaruh Bahasa Aceh terhadap dialek kluet
Seperti halnya bahasa jamee, bahasa Aceh juga dinilai sangat kuat pengaruhnya terhadap dialek bahasa kluet. Diantara alasannya adalah bahasa Aceh adalah bahasa yang dikhususkan sebagai bahasa provinsi Aceh, sehingga pengaruhnya sangat kuat terhadap bahasa kluet.
Tidak sedikit orang kluet bisa berbahasa Aceh, seperti di daerah kec. Kluet Utara yang ber-ibu kota: Kotafajar. Di Kotafajar banyak sekali pendatang dari daerah lain yang berbahasa Aceh. Memang tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur bahwa bahasa Aceh mempengaruhi dialek kluet. Akan tetapi, bisa dilihat bukti bahwa banyak sekali bahasa Aceh yang digunakan ke dalam dialek kluet, meskipun sebenarnya kata dalam bahasa kluet tersebut masih ada. Seperti kata “menei” (kalau).
Di gampoeng Pulo kambing, Kampung Paya, Kampung Tinggi dan Ruak. Serta ada di desa-desa yang berada di Kecamatan Kluet Utara, Kluet Timur, dan Kluet Tengah banyak kita dapati orang-orang menggunakan kata “menei” diganti dengan kata '“meunyeu” (kalau). Dan kata tuha peut dan tuha lapan masih digunakan dalam bahasa kluet, padahal dalam bahasa kluet tuha peut dimaksudkan adalah “keupalo adat” sedangkan tuha lapan adalah
Tidak sedikit orang kluet bisa berbahasa Aceh, seperti di daerah kec. Kluet Utara yang ber-ibu kota: Kotafajar. Di Kotafajar banyak sekali pendatang dari daerah lain yang berbahasa Aceh. Memang tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur bahwa bahasa Aceh mempengaruhi dialek kluet. Akan tetapi, bisa dilihat bukti bahwa banyak sekali bahasa Aceh yang digunakan ke dalam dialek kluet, meskipun sebenarnya kata dalam bahasa kluet tersebut masih ada. Seperti kata “menei” (kalau).
Di gampoeng Pulo kambing, Kampung Paya, Kampung Tinggi dan Ruak. Serta ada di desa-desa yang berada di Kecamatan Kluet Utara, Kluet Timur, dan Kluet Tengah banyak kita dapati orang-orang menggunakan kata “menei” diganti dengan kata '“meunyeu” (kalau). Dan kata tuha peut dan tuha lapan masih digunakan dalam bahasa kluet, padahal dalam bahasa kluet tuha peut dimaksudkan adalah “keupalo adat” sedangkan tuha lapan adalah
“keupalo mukim”.
3. Pengaruh Bahasa Nasional terhadap Dialek Bahasa Kluet
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang harus dikuasai bagi warga negaranya. Baik ditingkat provinsi maupun sampai ke daerah yang paling rendah yaitu tingkat suku, walaupun bahasa yang ada di tiap-tiap suku sudah ada, akan tetapi bahasa Indonesia juga perlu dipelajari hendaknya.
Bahasa Nasional terhadap dialek kluet sangat kuat pengaruhnya, sehingga menimbulkan ke-tidakotentik-an lagi akan bahasa kluet. Penggunaan bahasa Nasional sangat banya dijumpai di dalam pemakaian bahasa kluet, seperti kata “nyonjongkon” diganti dengan “mendiri-ko” (mendirikan), “gande” diganti dengan “tapel” (ketapel >tapel dianggap diambil dari pengucapan bahasa Indonesia). Dan banyak lagi pengambilan dialek Bahasa Nasional terhadap pengucapan dan penggunaan dialek kluet.
Disamping pengaruh bahasa yang ada di atas, ada juga orang yang berpendapat bahwa bahasa asing juga ada dalam penggunaan dalam bahasa kluet. Seperti kata “tu-kam” dan “more” disinyalir bahwa kata ini diambil dari bahasa inggris.(?) Yaitu “to come” dan “more ” yang masing-masing artinya adalah sama dengan bahasa kluet, yakni “mendatangi” atau “menghadiri” dan “lebih”.
c. Beberapa Dialek Yang Terdapat Dalam Bahasa Kluet
Dilihat dari duduk bahasa dialek kluet, maka dapat dibagi menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok umum dan kelumpuk khusus.
Pertama. Kelompok umum ini dilihat bahwa adanya kemiripan antara dialek yang digunakan oleh suku batak, suku alas, karo dan singkil. Di awal pembahasan telah dijelaskan bahwa daerah kluet terpisah karena adanya bencana banjir yang mengakibatkan beberapa penduduk pindah dimisili sehingga kemiripan bahasa inipun terjadi diantara keempat suku ini. maka tidak asing lagi ketika kita berbicara dengan orang alas misalnya, pasti sedikit tidaknya orang kluet pasti akan mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh orang alas tersebut.
Kedua. Kelompok khusus ini dimaksudkan adalah bahwa adanya perbedaan dialek antara orang-orang kluet itu sendiri dalam berucap-bahasa. Dalam kelompok khusus ini ada tiga dialek, yaitu Dialek Menggamat yang terdapat dalam kec. Kluet Tengah, Dialek Paya Dapur yang terdapat dalam Kec. Kluet Timur, dan Dialek Krueng Kluet (Lawei Kluwat).
Kedua. Kelompok khusus ini dimaksudkan adalah bahwa adanya perbedaan dialek antara orang-orang kluet itu sendiri dalam berucap-bahasa. Dalam kelompok khusus ini ada tiga dialek, yaitu Dialek Menggamat yang terdapat dalam kec. Kluet Tengah, Dialek Paya Dapur yang terdapat dalam Kec. Kluet Timur, dan Dialek Krueng Kluet (Lawei Kluwat).
Pemakalah melihat bahwa beda dari ketiga dialek ini terletak pada murni atau tidak murninya dialek kluet yang digunakan.
- Dialek Menggamat ini di pengaruhi oleh bahasa aneuk jamee yang kental, karena penduduk yang ada di Menggamat kec. Kluet Tengah, kab. Aceh Selatan banyak di-domisili oleh Aneuk Jemee, sehingga banyak kita lihat orang kluet sendiri, bisa berbahasa-bahasa Aneuk Jamee (jamu). Disini, keaslian dialek kluet sudah dikombinasi dengan bahasa lain.
- Dialek Krueng Kluet (Lawei Kluwat) ini dipengaruhi oleh bahasa Aceh. Karena sampai sekarang bisa kita katakan bahwa di daerah Krueng Kluet sudah minimnya orang yang bisa berbahasa kluet, hal ini bahasa Aceh sebagai bukti adanya pergantian dialek terhadap bahasa kluet. Sidenagkan.
- Dialek Paya Dapur yang terlatak di kec. Kluet Timur, kab. Aceh Selatan adalah satu-satunya daerah yang masih kental dengan bahasa kluet, walaupun ada pengaruh yang datang dari luar, akan tetapi, daerah ini masih bisa mempertahankan ke-suku-annya dan ke-bahasa-annya. Hal ini mungkin dikarenakan letak daerahnya berada di pedalaman, dan masih minimnya orang yang masuk ke daerah ini serta memang dareah ini bisa dan mampu mmpertahankan ke-suku-annya.
Menurut Bai Arba’i, seorang mahasiswa MM UGM Yogyakarta yang berasal dari gampoeng Sapik, kec. Kluet Timur, kab. Aceh Selatan. Dia mengatakan bahwa, berubahnya dialek kluet dikarenakan adanya orang yang masuk ke wilayah kluet dengan membawa gaya bahasa yang berbeda dengan bahasa kluet, sehingga gaya bahasa tersebut lambat laun akan mempengaruhi dialek kluet.
Selain itu karena adanya budaya yang mampu dan berpotensi sangat kuat mempengaruhi akan eksistensi suku dan bahasa kluet dengan sistim bahasanya seperti bahasaAneuk Jamee yang dapat secera penuh mengubah kebiasaan dalam penggunaan bahasa kluet.
Makam Rajo Lelo (Ibnu Wantaser) terdapat di Gampoeng Sapik Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan. (Sumber : Khairil Huda Pelis).
Suku kluet yang lenyap dalam sejarah dengan peninggalan-peninggalan bersejarah, sangat disayangkan ketika tidak ada orang yang membukukannya. Seperti halnya Banta Saidi seorang pahlawan yang seharusnya dijadikan sebagai salah satu tokoh pahlawan Nasional.
Rumah adat Kluet atau akrap di sapa rumah (Rungko) terdapat di gampoeng meunggamat Kecamatan Kluet Tengah Kabupaten Aceh Selatan.
Rumah Adat rongko merupakan bukti eksistensi suku kluet yang menggunakan bahasa kluet. Selain peninggalan diatas, masih banyak lagi adat budaya sebagai sebuah kekayaan daerah Aceh yang dimilikki suku kluet.
Kesimpulan
Komunikasi (bahasa) merupakan sebagai sistem budaya dan sistem sosial, karena alat komunikasi yang bisa menciptakan satu manusia dengan manusia bisa saling berinteraksi satu sama lain, saling memberi informasi, mengikat dan berdialog.
Komunikasi (bahasa) merupakan sebagai sistem budaya dan sistem sosial, karena alat komunikasi yang bisa menciptakan satu manusia dengan manusia bisa saling berinteraksi satu sama lain, saling memberi informasi, mengikat dan berdialog.
Dari literarur yang telah ada mengenai suku kluet yang berbeda-beda, maka dapat disimpukan bahwa suku kluet masih dipertanyakan asal muasalnya, Karena antara satu orang dengan orang lain adanya perbedaan literature yang diambil. Akan tetapi dengan adanya bukti seperti Rumah Adat kluet (rumah Tuo Rungko) dan makam pahlawan Rajo Lelo bisa dijadikan satu pijakan bahwa suku kluet memang jelas eksis-nya (keberadaanya).
Adapun mengenai bahasa yang digunakan oleh suku kluet adalah bahasa kluet. Bahasa kluet memiliki kemiripan dengan bahasa singkil, karo, alas danbahasa batak, hal ini dikarenakan adanya perpecahan akibat terjadinya bencana banjir yang pada akhirnya masyarakat tersebut berpencar untuk mencari dataran tinggi.
Sehingga bahasa yang digunakan masih ada kemiripan satu sama lain. Dari kemiripan tersebut timbul dialek yang yang berbeda-beda. Maka dapat dibagi kedalam beberapa kelompok, yang pertama golongan umum yang terdiri daridialek kluet, dialek alas, dialek batak, dialek karo dan dialek singkil.
Sedangkan golongan khusus ini timbul karena adanya bahasa selain bahasa kluet yang mempengaruhi bahasa kluet. Adapun dialek ini terdapat tiga dialek yaitu, dialek menggamat yang dipengaruhi oleh bahasa Aneuk Jamee, dialek krueng kluet yang dipengaruhi oleh bahasa Aceh, dan dialek Paya Dapur yang masih kental kebahasaannya atau bisa dikatakan dialek yang masih murni dari dialek-dialek yang ada di daerah kluet.
Saran
Adapun tujuan postingan berita ini adalah untuk memberikan informasi dan sebagai bahan untuk masyarakat kluet supaya tidak lupa akan sejarah daerahnya sendiri, maka dari itu saya berharap kepada pembaca agar dapat membaca secara seksama. Jika terdapat ada kekeliruan dan kejanggalan, baik dari segi penulisan ataupun isi dari berita ini, kami sangat berbangga hati ketika ada suatu kritikan atau saran yang sifatnya membangun, sehingga tujuan dari makalah ini benar adanya. Terima kasih.
0 komentar:
Post a Comment